• Home
  • Berita
  • DNA Purba Berusia 1 Juta Tahun Ditemukan di Antartika

DNA Purba Berusia 1 Juta Tahun Ditemukan di Antartika

Redaksi
Oct 14, 2022
DNA Purba Berusia 1 Juta Tahun Ditemukan di Antartika

Perubahan iklim membuat wilayah kutub Bumi yang dingin menghangat. Hal ini dikhawatirkan melelehkan lapisan es dan berimbas pada naiknya permukaan laut.

"Antartika bisa dibilang wilayah kutub yang paling rentan terhadap iklim," kata sebuah makalah, yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications.

"Antartika Barat telah menghangat 2,4 ± 1,2°C antara tahun 1958 dan 2010, menjadikannya salah satu wilayah dengan pemanasan tercepat secara global."

Untuk mengetahui apa artinya data tersebut bagi benua paling selatan di planet kita, para peneliti di balik studi ini, sekelompok ilmuwan internasional yang dipimpin oleh tim dari Jerman dan Australia, mencoba menggali masa lalu.

Mereka menggunakan teknik baru yang dikenal sebagai sedimentary ancient DNA (sedaDNA). Seperti dikutip dari IFL Science, ilmuwan baru saja menemukan DNA laut tertua yang pernah tercatat, bersembunyi jauh di kedalaman Laut Scotia, tepat di utara Antartika.

"Ini terdiri dari sedaDNA laut tertua yang terautentikasi hingga saat ini," kata Dr Linda Armbrecht, peneliti utama dari University of Tasmania, Australia.

Berusia lebih dari 1 juta tahun, DNA ini sama tuanya dengan temuan sedimen gua yang sebelumnyan memegang rekor berusia 400 ribu tahun (ditemukan pada 2003), dan sedimen permafrost dari Siberia berusia 650 ribu tahun (ditemukan awal tahun 2022).

Temuan ilmuwan itu diketahui berupa sisa-sisa diatom, sejenis fitoplankton yang hidup di daerah itu, ketika sedang mengalami salah satu periode yang lebih hangat.

Faktanya, fitoplankton ini ditemukan berlimpah di seluruh skala waktu. Puncak kelimpahan diatom (dikonfirmasi) ada selama masa Pembalikan Dingin Antartika dari zaman penghentian glasial terakhir.

Penelitian mereka menemukan adanya perubahan radikal dalam ekosistem laut prasejarah, yang waktunya dekat dengan periode pemanasan mendadak sebelumnya. Proporsi diatom di antara eukariota (organisme dengan inti terikat membran) melonjak selama periode pemanasan terakhir 14.500 tahun yang lalu, dan tampaknya menyebabkan peningkatan tajam dalam produktivitas laut di sekitar Antartika.

"Ini adalah perubahan yang menarik dan penting, dikaitkan dengan peningkatan permukaan laut yang cepat dan di seluruh dunia, serta hilangnya es besar-besaran di Antartika karena pemanasan alami," kata Dr Michael Weber, paleoceanographer dari University of Bonn, Jerman.

Keberhasilan studi ini adalah bukti bahwa teknik seperti sedaDNA, cara yang relatif baru dan belum terbukti untuk mensurvei dunia biologis di sekitar kita, dapat menjadi alat yang layak dalam rentang waktu yang sangat besar, membuka berbagai macam aplikasi untuk paleoceanographer dan peneliti iklim.

"Karena jejak genetik dari semua organisme, memfosil dan bertubuh lunak, berpotensi dapat dilestarikan dalam catatan sedimen, analisis sedaDNA memiliki potensi besar untuk melampaui proksi lingkungan standar dan memungkinkan rekonstruksi seluruh ekosistem," tulis para peneliti.

"Namun, pemulihan sedaDNA rumit, karena hanya sejumlah kecil DNA yang dipertahankan dan mereka terfragmentasi dan terdegradasi, yang membuat sedaDNA rentan terhadap kontaminasi dari DNA lingkungan modern."

Tapi sekarang, lanjut para peneliti, pintunya terbuka lebar. Temuan mereka diklaim signifikan untuk paleoekologi, karena memperluas jendela temporal penerapan analisis sedaDNA sebagai alat pemantauan paleo-lingkungan laut dari 140 ribu hingga 1 juta tahun, mencakup banyak lapisan glasial siklus interglasial.

Lagi pula, analisis DNA lingkungan, di mana analisis sedaDNA adalah salah satu contohnya, telah membuktikan kekuatan apokaliptiknya di bidang perlindungan pandemi dan konservasi spesies yang terancam punah. Pemanasan global, dan dunia pasca-es yang mungkin akan segera kita jalani, mungkin merupakan langkah alami berikutnya yang bisa diungkap pada DNA purba.

back to top